Menggunakan tinta isi ulang berisiko gagal cetak dan
pemborosan karena melakukan pencetakan ulang.
Beberapa lembar hasil cetakan naskah ditempelkan pada sebuah
papan di ruang serbaguna Hotel Grand Hyatt Regency,Yogyakarta, Jumat pekan
lalu. Lembaran-lembaran naskah yang dicetak menggunakan tinta hitam itu menjadi
"inti"acara HP (Hewlett-Packard) Printwatch 2010, workshop yang digelar
HP Imaging and Printing Group.
Sebab, dari contoh hasil cetakan itulah para jurnalis
peserta workshop dapat lebih memahami betapa berbedanya hasil cetakan
menggunakan tinta asli {original) dengan tinta isi ulang (refill).
Deretan naskah yang ditempelkan di sisi kiri adalah hasil
cetakan printer HP yang menggunakan cartridge HP seri 703 original. Sedangkan
di sisi kanan, terpampang hasil cetakan printer HP yang memakai tinta refill.
Masing-masing menampilkan hasil cetakan dari halaman pertama, pertengahan,
sampai akhir.
Hasil cetakan printer dengan menggunakan tinta asli tampak
konsisten dari lembar pertama sampai lembar akhir. Sedangkan hasil cetakan
menggunakan tinta refill hanya tampak bagus di beberapa lembar awal. Pada
cetakan-cetakan berikutnya, muncul bayangan, seperti garis-garis, dan gradasi
ketebalan cetakan. Di lembar terakhir, setengah halaman dari hasil cetak itu
bahkan kabur alias tak bisa terbaca dengan jelas.
Tujuan acara workshop bertema "Racing Ahead with
HP" ini memang untuk mengedukasi peserta agar memahami keuntungan yang
diperoleh jika menggunakan cartridge tinta atau toner asli. Bukan hanya peserta
workshop, masyarakat umum juga diharapkan lebih memahaminya.
Menurut Adrian Lesmono, Market Development Manager Ink
Supplies HP Indonesia, alasan utama orang menggunakan cartridge tinta (cairan)
atau toner (bubuk) isi ulang adalah harganya yang murah. Tinta atau toner isi
ulang juga mudah didapat dan dijual di mana-mana. Selain itu, ada
"mitos" bahwa tinta atau toner isi ulang lebih hemat dan hasilnya
sama berkualitas dengan tinta atau toner asli.
Mitos-mitos itulah yang akan "dipatahkan" HP,
karena orang hanya melihat sisi "murah" ketimbang sisi harganya.
Padahal, jika ditinjau secara keseluruhan, penggunaan tinta original jauh lebih
hemat. Seperti perbandingan hasil cetak tinta original dengan tinta refill yang
ditampilkan dalam acara workshop itu.
Cartridge tinta HP 703 harganya Rp 85 ribu. Dengan tinta
ini, pengguna dapat mencetak hingga 600 halaman. "Hasil cetakannya
konsisten dari halaman pertama sampai akhir,"kata Adrian. Ongkos cetak per
halaman pun bisa dihitung secara pasti, yakni Rp 140 per halaman.
Sementara itu, harga tinta refill
(cara suntik atau infus) sekitar Rp 60 ribu per botol. Untuk
mencetak hingga 600 halaman, dibutuhkan sekurang-kurangnya empat botol. Jika
dikalikan Rp 60 ribu, dibutuhkan biaya Rp 240 ribu. Dari sini saja tampak bahwa
penggunaan tinta isi ulang justru merugikan. Menggunakan tinta isi ulang juga
berisiko boros akibat melakukan pencetakan ulang, karena sering muncul
garis-garis atau gradasi ketebalan cetak pada hasil cetakannya.
"Jika tidak puas atas hasil cetak, lalu kita membuang
kertas itu dan mencetak ulang lagi. Ini kan pemborosan," ujarnya. Ini juga
mengakibatkan waktu terbuang percuma untuk mencetak ulang, belum lagi adanya
risiko kerusakan permanen pada printer. "Atau, belum lama dipakai, temyata
tin-tanya bermasalah."
Harga pasar (retail) memang cenderung menjadi patokan
konsumen. Karena itu, HP Indonesia akan menyediakan produk-produk cartridge
terbarunya dengan harga yang lebih terjangkau. Salah satunya adalah cartridge
HP seri 802, kategori ultra-low price cartridge. Harga cartridge ini Rp 50-60
ribu saja
Seri ini tak seperti cartridge HP standar, yang mampu
mencetak maksimal 200-300 halaman, melainkan cuma mampu mencetak sebanyak 120
halaman. Menurut Adrian, yang menjadi patokan konsumen bukanlah biaya per
halaman (cost per-page). Harga retail cartridge asli, yang dianggap konsumen
masih cukup mahal, yang membuat mereka lari ke tinta isi ulang. "Cartridge
ini adalah cara HP untuk menjembatani bujet yang terbatas itu."
Selain tinta isi ulang, yang perlu diwaspadai adalah
beredarnya re-manufactured cartridge atau cartridge HP yang dirakit kembali
dari cartridge lama yang telah dibuang. Seperti cartridge isi ulang, uji coba
penggunaan remanufactu-red cartridge (biasa disebut "re-man") juga
mengundang risiko kerusakan.
Dalam workshop itu, HP mengumumkan hasil studi terbaru yang
mengukuhkan uji coba tersebut. Studi yang dilakukan TUV SUD PSB, sebuah lembaga
pengujian teknis, itu menemukan bahwa tinta asli HP menghasilkan dua kah lebih
banyak halaman, cetak ketimbang tinta isi ulang. Sedangkan 42 persen cartridge
isi ulang gagal dalam pengujian.
Studi terpisah juga dilakukan olrh Quality Logic pada tahun
ini. Lembaga independen penjamin kualitas yang tepercaya itu melakukan
serangkaian pengujian di Shanghai, Cina, dan New Delhi, India, dengan
membandingkan cartridge warna hitam HP Laser Jet original dengan cartridge isi
ulang.
Dalam studi itu, disimpulkan bahwa rata-rata 60 persen
cartridge Laser Jet isi ulang mengalami dead on arrival atau menghasilkan
cetakan berkualitas buruk pada tiga kali pengujian. Di samping itu, lembaran
contoh cetak cartridge isi ulang yang diuji menunjukkan tujuh kali lebih banyak
masalah adhesi toner ketimbang cartridge asli HP
Jika selama ini konsumen mengira bisa menghemat uang dengan
memilih cartridge isi ulang atau cartridge reman, temyata mereka keliru.
"Sebab, mereka tidak memperhitungkan biaya tersembunyi yang muncul dari
cetak ulang, penempatan cartridge, atau mutu hasil cetak yang buruk," ujar
Adrian. Jadi, lebih percaya mitos atau fakta? nms
Sumber : Koran Kompas Opini
info yang bagus
BalasHapus